Strategi Pembelajaran di Pesantren Selama Pandemi Covid-19
Penulis : Nur Zaini, S.Hi
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang telah berkembang di Indonesia sejak lama. Salah satu keunikan pesantren mengharuskan santri untuk tinggal di asrama yang telah disediakan di pesantren. Selain itu, pesantren dipimpin oleh seorang pengasuh atau dewan, memiliki fasilitas ibadah dan ruang belajar di pesantren, dan memiliki kurikulum yang unik, salah satunya dikenal dengan istilah “kitab kuning” atau kitab-kitab ulama dari dulu hingga sekarang. Salah satu ciri utama pesantren yaitu keberadaan Kyai, santri, kitab kuning, masjid, dan asrama.
Adanya fasilitas pondok pesantren yang lengkap merupakan prasyarat bagi pesantren. Meski sederhana, semua perangkat tersebut selalu diadakan di pesantren. Wajar jika pesantren mewajibkan santri untuk tinggal di asrama yang telah disediakan pesantren. Pesantren sebagai bagian sejarah Pendidikan di Indonesia bahkan lembaga pendidikan Islam dunia yang ada dan berkembang di dunia global, khususnya di Nusantara.
Sudah lebih dari setahun sejak dunia menghadapi pandemi virus COVID-19. Virus ini telah ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia sebagai pandemi global yang mempengaruhi sebagian besar penduduk dunia. Di Indonesia, pandemi COVID-19 juga menjadi masalah serius yang mempengaruhi berbagai sektor kehidupan seperti
ekonomi, masyarakat, pendidikan, dan sektor lainnya.
Hingga Juli 2021, hampir dua juta penduduk Indonesia terdampak COVID-19, bahkan pada saat itu lebih dari 1000 orang meninggal setiap harinya, hingga fasilitas kesehatan menjadi penuh sesak merawat pasien Covid-19. Sehingga pemerintah telah memutuskan berbagai kebijakan sejak awal pandemi untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19. Kebijakan bekerja dari rumah dan belajar dari rumah menjadi pilihan yang harus diputuskan oleh pemerintah.
Bagaimana dengan pesantren, apakah pesantren bisa beradaptasi dengan kebijakan ini untuk meminimalisir penyebaran COVID-19. Meski bukan pilihan yang mudah, pesantren harus arif dan bijak dalam menyikapi situasi dan kondisi yang ada. Tulisan ini membahas tentang pembelajaran yang dilakukan di pesantren selama pandemi
COVID-19.
Pada saat pandemic, pembelajaran pesantren yang unik tetap berjalan seperti pembagian kelas pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemahaman. Pembelajaran di pesantren – pada umumnya – mempelajari kitab
kuning, dengan menggunakan metode yang bervariasi, antara lain :
- Ajengan, sedangkan santri memberikan harakat terhadap kitab kuning yang dipegangnya yang dibacakan oleh kyai dan mencatat penjelasannya, baik dalam lugawi (bahasa) maupun ma’nawi (arti).
- Bandongan / sorogan, Sistem pembelajaran yang dilakukan di pesantren adalah sistem atau pengabdian kolektif, sorogan atau pengabdian individual.
- dan hafalan (tahfiz)
- Sistem pembahasan (musyāwarah/mużākarah/munādarah
- Lalaran
- Dan metode yang lainnya
Teknik pembelajarannya santri menyodorkan kitab di depan kyai kemudian kyai membacakan sebagian kitab tersebut kemudian santri mengulangi bacaan tersebut atas permintaan kyai. Pendekatan pembelajaran di pondok pesantren bersifat holistik karena proses pembelajaran dan totalitas kegiatan sehari-hari menjadi satu kesatuan,
menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari di pesantren secara keseluruhan.
Pendidikan yang dikembangkan pesantren bertujuan untuk menjadikan santri memelihara agama dan mengembangkan nilai-nilai. Sistem sorogan menggunakan strategi pembelajaran tidak langsung, strategi
pembelajaran langsung, strategi pembelajaran empiris (eksperimental) dan strategi pembelajaran interaktif. strategi tersebut dimungkinkan dalam sistem pembelajaran sorogan. Strategi pembelajaran tidak langsung karena siswa memilih buku yang ingin dipelajari dan mendalaminya kemudian mereka belajar memahami dan menganalisis
bangunan struktur kalimat (nahwu-sorf) kemudian menerjemahkannya sehingga keterampilan pemecahan masalah dan pengalaman inkuiri siswa akan dibutuhkan dalam metode ini. . Pembelajaran sorogan ini juga dapat menggunakan strategi pembelajaran eksperimen, dimana siswa berusaha memahami dan menterjemahkan
kitab yang dipelajarinya kemudian menyerahkannya kepada kyai atau usta. Strategi pembelajaran interaktif juga dapat dipertimbangkan karena pada saat menyetorkan bacaan dan terjemahan kitab kuning yang dipilih tentunya akan terjadi interaksi, bahkan bisa terjadi diskusi antara siswa dengan guru. Sorogan menuntut pemahaman
yang mendalam dari siswa terhadap kitab kuning yang menjadi mata pelajarannya, dalam sistem bandongan, siswa tidak harus menunjukkan bahwa mereka memahami pelajaran yang mereka ambil. Sistem pembelajaran Bandongan berpusat pada guru dan deduktif, termasuk metode pembelajaran proses pembelajaran kolektif dengan metode ceramah. Strategi pembelajaran langsung cenderung mendominasi pembelajaran ini karena pemahaman kitab ini membutuhkan pemahaman yang komprehensif, oleh karena itu kyai dengan otoritas keilmuannya menjadi fokus utama pembelajaran ini.
Mereka yang berpengalaman dan mau mengkontekstualisasikan akan lebih terdeskripsikan secara lebih luas daripada mereka yang cenderung membatasi diri pada perkembangan zaman yang sangat dinamis dan cepat. Di era sekarang ini, banyak kyai dan ustādż yang tidak hanya mahir menguasai ulūm syar’i tetapi juga alumni perguruan tinggi dan memiliki pergaulan yang cukup luas. Oleh karena itu kontekstualisasi dalam metode bandongan adalah sebuah keniscayaan. Strategi pembelajaran yang cocok dalam sistem bandongan adalah pembelajaran langsung.
Guru membacakan teks kitab kuning kemudian menafsirkan dan menjelaskan makna yang dikandungnya untuk mengkontekstualisasikannya dengan kondisi terkini secara langsung di hadapan banyak siswa yang telah berbondong-bondong mengikuti pembelajaran ini.
Selain itu ada juga lalaran, Lalaran adalah pembelajaran individual dimana santri menghafal secara mandiri, biasanya dilakukan di mana saja seperti di masjid, dekat makam, serambi masjid, serambi kamar, dan tempat lainnya untuk kemudian disetorkan kepada ustad atau kyai.
Kesimpulannya adalah pada masa pandemic tradisi pembelajaran di pesantren lebih bertahan dan konsisten dari pada system pembelajaran di sekolah formal. Sehingga dampak negative pada system Pendidikan pesantren kurang begitu dirasakan.